Guru Besar UGM Ungkap Curcumin Empon-empon untuk Penangkal Corona

Prof Dr drh Chairul Anwar Nidom (foto: kompas.com)
ReksaRadio.com - Guru Besar Biokimia dan Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof. Dr. C.A Nidom, drh,. MS mengaku masih mencari formulasi obat herbal yang tepat untuk melawan corona. 

Seperti kita tahu, nama Nidom terdengar luas saat dia pertama kali mengatakan bahwa ramuan jahe dapat mencegah penularan virus corona atau Covid-19.

"Formulasi (ramuan) terdiri dari jahe, kunyit, temulawak, sereh, dan bahan lainnya. Bahan-bahan ini biasa disebut sebagai empon-empon," ujarnya.

Menurutnya, formulasi empon-empon yang dibuatnya berawal dari formulasi yang dibuat saat wabah flu burung yang merebak pada 2008 silam. Nidom menceritakan kenapa dirinya dan tim tertarik membuat Antiviral atau antivirus - sejenis obat yang mampu mengobati atau menghilangkan virus tertentu-dengan menggunakan bahan dasar tanaman herbal.

"Jadi saya melihat bahan alami itu berhenti di statement hanya untuk penyegaran tubuh, imunomodulator, dan lain sebagainya. Nah, kenapa tidak dilanjutkan, formula jamu ini bisa digunakan untuk membunuh virus A atau bakteri A," katanya, Sabtu (28/3/2020).

Berangkat dari hal tersebut, Nidom dan tim meneliti apakah formulasi jamu tertentu dapat membunuh suatu virus atau bakteri.

"Itu yang pertama. Yang kedua, penerimaan teman-teman yang ada di bidang medis terhadap formulasi bahan alami itu tidak sepenuhnya 100 persen. Ini berbeda dengan negara China, di mana antara pengobatan modern dan tradisional itu berdampingan," ungkapnya.

Nidom menjelaskan, bahan-bahan pengobatan modern yang berasal dari konsep barat hanya menggunakan senyawa tunggal yang dimurnikan sedemikian rupa. Sementara pengobatan timur, termasuk China dan Indonesia, yang menggunakan tanaman herbal disebut Nidom multi compound. Dia mengatakan, dalam satu jamu terdiri dari banyak senyawa.

"Sehingga kalau teman-teman dokter mengobati dan menggunakan konsep barat, maka obat yang diberikan untuk satu penyakit ada banyak. Bisa saja satu orang menerima lima jenis obat. Nah harusnya konsep timur diperdalam. Karena dengan multi compound tadi tentunya bisa untuk mengobati," imbuh peneliti yang bergelut di bidang virus dan infeksi itu.

Kedua hal inilah yang dikatakan Nidom menyadarkannya bahwa tanaman herbal juga dapat digunakan untuk memerangi covid-19. Penelitian Nidom, yang menjabat sebagai Ketua Riset Corona dan Formulasi Vaksin di Profesor Nidom Foundation (PNF) mengatakan bahwa ia bersama timnya tengah mengembangkan formulasi obat dari curcumin.

Berdasar hasil riset yang pernah dibuatnya tahun 2007-2008 tentang curcumin untuk wabah flu burung (H1N1), kini dia membuat formulasi dari curcumin untuk melawan Covid-19.

"Sebagai peneliti, saya mencoba untuk melanjutkan. Jadi dari komposisi apa dia betul-betul dapat melawan virus Covid-19," ujar Nidom. "Tujuan saya adalah sebagai Antiviral, suplemen, atau imunomodulator," imbuhnya.

Nidom melanjutkan, karena penelitian menjadikan tanaman herbal sebagai antiviral, antivirus, antibakterial, atau antiparasit tidak banyak. Saat ini pihaknya telah membuat beberapa formulasi untuk melawan virus yang menyerang pernapasan. Baik itu virus influenza, H1N1, hingga virus corona.

"Jadi dari berbagai macam virus itu kita cari formulanya. Virus apa yang bisa melawan influenza, hingga formula untuk mengendalikan corona," ujarnya.

Penelitian untuk formula tersebut sejauh ini sudah diujikan ke hewan coba, yakni hewan ferret, yang direkomendasikan WHO untuk menguji vaksin atau obat-obatan yang berkaitan dengan saluran pernapasan. 


Pengujian ini memang sudah berlangsung dan sudah menunjukkan beberapa hasil. Akan tetapi dikatakan Nidom masih dibutuhkan beberapa pengujian lagi untuk meningkatkan Antiviral terhadap uji rangsang virus.

"Kalau dari segi keamanan, sudah aman tidak ada masalah. Cuma kami ingin meningkatkan riset ini menggunakan uji rangsang virus. Sehingga Antiviralnya itu, misalnya kami infeksi dengan virus 10 pangkat 5 atau 10 pangkat 7, nah nanti dengan pemberian bahan herbal ini (kami melihat) itu virus jadi turun berapa. Syukur-syukur kalau bisa nol (0), berarti kan antiviralnya bekerja," jelasnya.

Nidom mengatakan, pihaknya menguji dengan tiga perlakuan dan satu kontrol.

1. Perlakuan pertama

Pada perlakuan pertama, hewan ferret diberi formulasi Antiviral empon-empon. Setelah dua minggu, diinfeksi dengan virus. Tujuan dari perlakuan pertama ini adalah pencegahan. Orang mengonsumsi empon-empon setiap hari dan bila suatu saat ada infeksi virus bagaimana responsnya.

2. Perlakuan kedua

Pada perlakuan kedua, hewan ferret diberi formulasi empon-empon dan langsung diinfeksi dengan virus. Pada kelompok ini, bisa saja infeksi muncul bersamaan dengan kebiasaan mengonsumsi empon-empon. Nodim dan timnya ingin melihat reaksi apa yang akan muncul. 


"Yang kedua ini akut sifatnya," ungkapnya.

3. Perlakuan ketiga

Pada perlakuan ketiga, hewan diinfeksi dulu dengan virus baru kemudian diberi formulasi Antiviral. Dalam hal ini terjadi infeksi terlebih dahulu baru diberikan Antiviral. Tujuan dari perlakuan ketiga ini adalah untuk melihat apakah pengobatan berfungsi dengan baik.

"Tujuan yang ketiga ini untuk pengobatan. Yang kami harapkan, kelompok ketiga ini yang akan memberikan jawaban," ujar dia.

Berapa lama diketahui hasilnya? Nidom memperkirakan butuh waktu dua minggu untuk mengonfirmasi kembali hasil uji tersebut.

"Tidak bisa bila satu hasil bagus, kemudian saya bilang bagus. Kan harus diuji ulang supaya penelitian itu bisa reproduktif. Jadi kalau nanti ada teman-teman yang melakukan riset akan menemukan hasil yang sama," tutupnya.



Sumber: Kompas