Apapun Alasannya, Penjualan Buku LKS Tetap Menyalahi Aturan

Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kabupaten Garut Asep Sudarsono
Garut - Rujukan hukum yang dikeluarkan pemerintah mengenai bidang pendidikan untuk semua jenjang sekolah, sudah jelas. Misalnya, terkait berbagai masalah dalam penggunaan buku pelajaran sekolah melahirkan produk berupa Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.2 tahun 2008. Salah satu isinya, yakni larangan bagi pihak sekolah ataupun tenaga kependidikan menjual buku pelajaran kepada murid.

Kemudian lahir pula Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan. Serta diperkuat lagi melalui Permendiknas No.75
Tahun 2016, serta Undang-Undang No.3 Tahun 2017.


Namun masih ada saja sekolah-sekolah di Kabupaten Garut yang melakukan penjualan buku LKS melalui koperasi. Ragam dalih pun bermacam-macam, salah satunya untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, sebagai pendamping, atau referensi pengetahuan bagi anak didik. Hal ini terkadang menjadi pembenaran, tanpa mengindahkan peraturan yang sudah jelas melarangnya.


Dilansir dari indoglobalnews.co.id, Menyoal adanya praktik jual beli LKS, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kabupaten Garut Asep Sudarsono yang ditemui di ruang kerjanya, Kamis (27/20) dia menegaskan, peraturan yang melarang praktik jual beli untuk semua jenjang pendidikan masih berlaku, dan belum dicabut.


“Kami bahkan ingin mengetahui apakah di Garut masih ada praktik jual beli LKS atau
tidak? Jika ada kami akan tegur. LKS itu hanya boleh digunakan bilamana dibuat oleh
guru yang bersangkutan. Kalau dari pihak luar berjualan boleh, tetapi jangan oleh guru.
Tugas guru kan ada empat, yakni merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan
tindak lanjut. Tidak ada dari sananya guru menjual buku,” tuturnya


Mengenai koperasi sekolah yang menjadi tempat penjualan buku, Asep menerangkan,
bahwa koperasi sekolah itu melayani kebutuhan sekolah. Aturan yang berlaku sekarang
bahwa yang datang ke sekolah itu tidak boleh distributor yang menjual buku.


“Tetapi kalau selama ini yang menjual itu bukan guru, tidak menjadi masalah. Namun kalau melihat aturan yang ada, tetap saja tidak boleh. Tapi kita harus juga melihat niatannya, apakah itu untuk memperkaya diri sendiri atau membantu. Kalau ada kalimat wajib membeli, jelas tidak boleh. Dan itu yang akan kita sasar. Yang jelas kalau ada aturan dan dilanggar, pasti ada sanksinya,” jelas Asep

Ketika ditanya apakah sudah dilakukan pemantauan terhadap sekolah-sekolah mengantisipasinya adanya praktik jual beli buku LKS atau semacamnya, ia mengatakan, selama ini tidak ada aduan, namun pihaknya sudah menginstruksikan.


“Tugas kami kan banyak. Jika ada aduan dari masyarakat, maka kami akan mengonfirmasi. Jangan sampai ada fitnah. Saya berharap orang tua yang mengadu, bukan dari lembaga swadaya masyarakat/LSM. Apapun bentuk aduannya akan direspons,” imbuh Asep.


Di lain pihak, Kepala Bidang Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dinas Pendidikan
Kabupaten Garut Cecep yang ditemui di ruang kerjanya untuk dikonfirmasi terkait adanya penjualan LKS SMP, tidak berada di tempat. Menurut stafnya, sedang ke lapangan. “Bapak baru berangkat, sekitar 15 menit yang lalu,” ujarnya.


Apapun bentuk dan alasan menyoal praktik jual beli buku kepada murid, tetap tidak diperbolehkan. Peraturan dan perundangan yang dikeluarkan pemerintah merupakan
produk hukum jelas dan tegas yang berlaku di Republik ini. Namun atas dasar keuntungan, masih ada saja yang melakukannya dengan berbagai alasan pembenaran.